Oleh: Achmad Ulinuha
Ketua DPC LSM Forum Aspirasi & Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk
Nganjuk,Faamnews.com- Wacana penggunaan Dana Desa sebagai jaminan pinjaman ke bank Himbara untuk mendukung pembiayaan program Koperasi Merah Putih, yang dilontarkan oleh Menteri Keuangan, menimbulkan perbincangan hangat di kalangan pemerhati desa. Meskipun bertujuan memperkuat pembiayaan koperasi di tingkat akar rumput, namun menjadikan Dana Desa sebagai jaminan menimbulkan kekhawatiran serius jika terjadi gagal bayar atau penyimpangan tata kelola.
Program Koperasi Merah Putih yang digagas pemerintah pusat membawa misi besar untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan berbasis desa melalui penguatan kelembagaan koperasi. Kolaborasi antara koperasi dan desa diharapkan dapat memperluas akses modal, memperkuat peran BUMDes, serta mendorong produktivitas usaha mikro dan kecil. Namun, penting ditekankan bahwa semangat kolaborasi ini harus dibarengi dengan prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap aset desa.
Dalam praktiknya, Dana Desa tidak digunakan langsung oleh koperasi, namun dijadikan jaminan (collateral) untuk mengakses pinjaman di bank Himbara. Skema ini berisiko menimbulkan masalah baru apabila koperasi tidak mampu membayar kembali pinjaman yang dijamin desa, seperti:
Timbulnya beban moral atau tanggung jawab administratif kepada pemerintah desa.
Gangguan pada program prioritas pembangunan karena desa bisa terlibat dalam penyelesaian kewajiban koperasi.
Pengurus koperasi bisa kurang bertanggung jawab karena merasa ditopang oleh jaminan desa.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa ditujukan khusus untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, dengan penggunaan yang ditentukan melalui musyawarah dan rencana kerja desa (RKPDes). Menjadikannya sebagai jaminan pinjaman, meski tidak digunakan secara langsung, tetap berpotensi menyalahi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dana publik.
Menyikapi hal ini, DPC LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk menyampaikan sikap resmi:
1. Mendukung inovasi pembiayaan koperasi, selama tidak menjadikan Dana Desa sebagai objek jaminan pinjaman.
2. Meminta rencana skema Dana Desa sebagai jaminan agar di kaji ulang karena berisiko melemahkan kemandirian desa.
3. Mendorong pemerintah pusat, khususnya Kemenkeu dan Kemendes PDTT, untuk membuat regulasi teknis yang melindungi desa dari risiko penyalahgunaan skema ini.
FAAM juga meminta Pemkab Nganjuk dan Dinas PMD agar memberikan pendampingan hukum dan teknis kepada pemerintah desa sebelum terlibat dalam skema pembiayaan koperasi tersebut. Jangan sampai semangat pemberdayaan malah menjadi beban baru di kemudian hari.
Secara prinsip, program nasional seperti Koperasi Merah Putih bisa menjadi katalisator positif bagi ekonomi desa, asal tetap mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan prinsip kehati-hatian. Dana Desa adalah milik masyarakat, bukan instrumen jaminan utang pihak lain.
Desa adalah pilar utama pembangunan nasional. Perlu kehati-hatian dalam setiap kebijakan yang menyentuh sumber daya fiskal desa.*














