NGANJUK,Faamnews.com– Praktik pemungutan pajak di Kabupaten Nganjuk kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada penarikan pajak reklame yang diduga dilakukan tanpa dasar legalitas izin yang sah. Dugaan maladministrasi ini terungkap setelah media bersama LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk melakukan klarifikasi terhadap sebuah papan reklame milik salah satu toko di Kecamatan Kertosono.

Reklame tersebut diketahui telah berdiri selama sekitar satu tahun, menjorok ke badan jalan, dan diduga melanggar aturan tata ruang serta membahayakan keselamatan pengguna jalan. Ironisnya, meski reklame tersebut belum mengantongi izin resmi dari dinas terkait, pemilik usaha mengaku telah membayar pajak reklame kepada pemerintah daerah.
“Izin penyelenggaraan reklame memang belum keluar dan saat ini masih dalam pengurusan. Tapi kami sudah membayar pajak sejak reklame ini dipasang” ujar MR.BR, staf bagian perizinan dari pemilik usaha, saat ditemui di kantin DPMPTSP pada Senin (23/6/2025).
Ketika ditanya dasar hukum atas pembayaran pajak tanpa izin, MR.BR menyebut bahwa menurut petugas Bapenda, pajak dipungut berdasarkan pendataan visual di lapangan, tanpa menunggu terbitnya izin resmi.
Pernyataan ini sontak menuai pertanyaan dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari Ketua DPC LSM FAAM Nganjuk, Achmad Ulinuha. Ia menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk nyata dari maladministrasi dalam tata kelola pemerintahan.
“Pajak hanya boleh dipungut atas objek yang legal. Jika reklame belum memiliki izin resmi, maka tidak ada dasar hukum bagi pemerintah untuk memungut pajak. Ini tidak hanya keliru, tapi juga bisa masuk ranah pelanggaran hukum,” tegas Ulinuha.
Ia merujuk pada Pasal 23A UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang secara tegas menyatakan bahwa pemungutan pajak harus memiliki dasar hukum yang sah dan objek pajak yang legal.
Ulinuha mendesak agar praktik semacam ini segera dihentikan dan dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh penerimaan pajak reklame yang tidak dilandasi izin resmi. Ia juga mendorong keterlibatan DPRD, aparat penegak hukum, serta lembaga pengawas seperti BPK dan Inspektorat Daerah untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
“Jangan sampai praktik ini menjadi kebiasaan yang merusak kredibilitas institusi. Pemda harus berbenah. Jika ditemukan pelanggaran hukum, maka harus ada penindakan tegas,” ujarnya.
Menurut Ulinuha, kebijakan semacam ini tidak hanya menyalahi prinsip kepastian hukum, tapi juga membuka celah penyalahgunaan wewenang dan praktik koruptif dalam pengelolaan pajak daerah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Nganjuk belum memberikan pernyataan resmi. Upaya konfirmasi kepada Kepala Bapenda, Selamet Basuki, melalui sambungan WhatsApp 082* **** **93 juga tidak mendapatkan respons. (Andri/team)