Pontianak, Faamnews.com– Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Kalimantan Barat (Kalbar) Edi Ashari, menegaskan akan melaporkan jaksa Wiwik Anggraini, Jamwas dan Komisi Kejaksaan yang diduga “bermain” dalam kasus sumpah.
Laporan ini terkait adanya vonis bebas terhadap terdakwa Yuliarti R, AMKK alias Yuli binti H Bustami. yang kemudian menjadi sorotan masyarakat, dan bahkab ancaman KUHP 7 Tahun, JPU (Jaksa Penuntut Umum menuntut hanya 1 bulan, bakal memasuki babak baru.
JPU Kejari Pontianak Wiwik Anggraini, mengajukan kasasi langsung atas vonis bebas terdakwa .
Pengajuan kasasi oleh JPU ini tentunya patut diapresiasi, sebab langkah ini akan memberi rasa keadilan semua pihak. “Iya benar kami sudah melakukan kasasi langsung”, ungkap Wiwik Anggraini, ketika ditanya sejumlah awak media, Senin (30/10/2023)
Pihak saksi korban Nordin mengharpkan agar terdakwa pada tingkat kasasi nanti dikenakan hukuman bersalah.
Edi Ashari pun yang juga pengamat dalam kasus ini kepada wartawan mengatakan JPU memang punya kewenangan untuk mengajukan banding atau kasasi dalam hal ini. “Kita patut apresiasi langkah JPU melakukan kasasi ini,” ucap Edi.
Karena itu Ia meminta, hukum benar benar ditegakkan.” Jangan menjadi preseden buruk bagi masyarakat terhadap penegakkan hukum.” Ingat masyarakat sudah cerdas bila ada permainan para oknum dan akan cepat terungkap,”tukasnya.
Bila ada permainan hukum, maka akan merugikan saksi korban. ” Dalam kasus ini jelas korban di rugikan. Bayangkan saja dalam KUHP ancaman 7 Tahun, kok JPU menuntut hanya 1 bulan saja. Ada apa dengan JPU nya ???, akhirnya divonis bebas “, pungkas Edi yang dikenal vokal ini.
Edi menegaskan pihaknya akan mengawal terus kasus ini sampai keadilan didapat oleh saksi korban dalam hal ini pelapor Nordin. ” Kami dari LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat akan mengawal kasus ini”, ungkapnya.
Seperti diberitakan sejumlah media online beberapa waktu lalu disebutkan Yuliarti R, AMKK alias Yuli binti H Bustami terdakwa kasus memberikan keterangan palsu dinyatakan bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, pada sidang putusan Senin (23/10/2023). Oleh hakim dinyatakan Yuliarti tidak bersalah
Putusan ini membuat pihak Nurdin selaku pelapor / korban merasa tidak puas. Dia melihat ada kejangggalan dalam proses hukumnya di persidangan PN Pontianak.
Sebab ancaman hukuman pada pasal yang dikenakan sebagaimana tertuang dalam KUHP dengan tuntutan JPU jauh sekali.
Bahkan kasus ini mendapat sorotan tajam dari
Ketua LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat Edi Ashari, SH.
Edi mempertanyakan kasus memberikan keterangan palsu dengan nomor perkara 412/Pid.B/2023/PN Ptk tersebut terkesan menggunakan pasal karet.
Edi pun merasa heran melihat JPU menuntut terdakwa begitu ringan hanya 1 bulan penjara saja. ” Padahal terdakwa Yul dalam tuntutan disebutkan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberi keterangan palsu dengan saksi diatas sumpah “, ketus Edi usai mengikuti persidangan.
Edi menjelaskan bahwa sanksi Pidana jelas pada Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya, diancam pidana penjara maksimal 7 tahun. ” Sangat jelas pidana ancamam maksimal 7 tahun bilamana dan ada kesengajaan memberikan keterangan palsu,”ungkapnya.
Edi Ashari mengatakan dengan tuntutan JPU hanya 1 bulan, ini jelas melanggar UU dan peraturan hukum yang berlaku. “Ada pasal karet yang di gunakan JPU ?”, balik Edi bertanya.
Menurut Edi, terhadap kasus ini, Tidak ada rasa keadilan bagi masyarakat karena penerapan hukum oleh JPU tidak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku.” Saya menilai ada kejanggalan dengan penerapan hukumnya. Dalam aturan UU 7 tahun ancamannya, mengapa JPU menuntut hanya 1 bulan penjara saja. Ada apa ini ?”, pungkas Edi.
” Ini jelas menyimpang dari UU dan peraturan yang berlaku . Sesuai UU kalau ancaman 7 tahun penjara, mengapa tuntutannya hanya 1 bulan, jauh sekali jaraknya. ini kan aneh. Hukum terkesan dipermainkan,”lanjut Edi menambahkan.
Kalau korban merasa tidak puas, ujar Edi korban bisa melaporkan kejanggalan hukum ini ke pengawasan jaksa. Kita minta penanganan kasus ini harus sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku,”ucapnya.
Jika kasus ini dibarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kejaksaan sendiri. Karena hak korban merasa dirampas keadilan hukumnya.
“Ini pasal karet yang dijatuhkan JPU kepada terdakwa, artinya pasal yang diterapkan tidak sesuai dengan Undang Undang atau peraturan yang berlaku”, ungkapnya.
Edi mengatakan pihak pelapor/saksi korban sebaiknya melaporkan ke pengawasan kejaksaan. ” Biar oknum jaksa yang nakal dipanggil dan disidangkan, bila terbukti bermain main dengan hukum peradilan akan dikenakan sanksi”, jelasnya
Sidang kasus memberikan keterangan palsu dengan Nomor perkara 412/Pid.B/2023/PN Ptk dengan Penuntut Umum Wiwik Anggraini, SH .
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim
Moch Ichwanudin SH MH , dengan hakim anggota masing masing Moch Nur Azizi Eay dan
Retno Lastiani SH MH, dengan Panitera Sy Riva Kurnia T, SH dan terdakwa Yul.
Terdakwa didampingi Penasihat Hukumnya: Riza Karyansyah,S.H., Uspalino, S.H., Edward Tambunan, S.H., M.H. dan Sy. Alwi S.H., M.H.
Sementara JPU Kejari Pontianak Wiwik Anggraini, ketika diminta tanggapannya atas tuntutan 1 bulan penjara menurutnya karena terdakwa sudah uzur dan sakit sakitan.
Ketika ditanya apakah tidak banding, Wiwik menjawab akan pikir pikir. Dan ketika ditanya apakah dirinya siap bila dilaporkan ke Jamwas maupun komisi kejaksaan , Wiwik menyatakan siap diperiksa atas kerjanya dalam kasus ini. “Iya saya siap”, ujarnya singkat.
Lanjut Edi mengatakan bagaimana dia mau banding , tutntutannya saja dibuatnya rendah 1 bulan. “Padahal ancamannya pidana dalam kasus ini sesuai bunyi KUHP mamsimal 7 tahun penjara.. Ini kok dituntut 1 bulan saja, ada apa ?. Dan JPU tidak bisa menuntut seorang terdakwa hanya kasihan atau sudah uzur. Bagaimana hukum kita kalau begitu,” tutup Edi terheran heran .