PASURUAN, faamnews.com – Sengketa Pasar Desa Wonosari Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan yang sempat dilaporkan oleh Pemdes setempat ke Polres Pasuruan berakhir dengan kesepakatan damai antara kedua belah pihak yakni pedagang pasar dan Pemdes Wonosari.
Adanya kesepakatan damai antara kedua belah pihak yang bersengketa tersebut tak lepas dari tangan dingin sosok pengacara muda bertalenta asal Kota Surabaya yang bernama Achmad Ardiansyah (33) di bawah bendera Firma Hukum Ardian & Co.
Pria yang menyelesaikan pendidikan hukum di Universitas Airlangga tersebut diketahui sebagai pengacara pedagang pasar Desa Wonosari yang bersengketa dengan Pemdes setempat hingga berujung perdamaian pada tanggal 2 oktober 2023 di Mako Polres Pasuruan setelah sempat bersitegang perihal adanya kesalahpahaman yang terjadi.
Selain berhasil mendamaikan kedua belah pihak, Achmad Ardiansyah pada awak media juga membeberkan beberapa fakta hukum yang menjadi dasar acuan hingga selesai di meja perdamaian permasalahan dengan kepala dingin tanpa mengedepankan ego masing-masing pihak, baik pedagang pasar maupun Pemdes Wonosari.
Tak lupa Achmad Ardiansyah juga mengucapkan rasa terima kasih kepada jajaran Pemerintah Desa Wonosari dan Jajaran Kepolisian Resort Pasuruan, Achmad Ardiansyah menyampaikan bahwa terkait adanya informasi kalau selama ini Pemerintah Desa tidak mendapatkan PAD dari pasar Wonosari, dapat kami sampaikan itu tidak benar.
“Berdasarkan informasi yang kami gali, sejak tahun 2011 Pemdes mendapatkan PAD yang tetap dari Pasar Desa Wonosari yang diambil sebanyak 30 persen dari hasil retribusi harian.
Lebih lanjut Achmad Ardiansyah juga menyampaikan “Menanggapi adanya upaya dari pihak tertentu untuk membawa permasalahan Pasar Wonosari yang notabennya sudah selesai ini ke pihak Kejaksaan Negeri untuk dilakukan Gugatan Perdata, menurut Kuasa Hukum sah-sah saja jika Kejaksaan selaku Pengacara Negara mengajukan gugatan karena itu merupakan hak Kejaksaan. Akan tetapi Kuasa Hukum yakin sebelum mengajukan Gugatan Perdata pihak Kejaksaan akan lebih mendalami dan lebih meneliti Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI) yg menjadi sumber pemberitaan adanya potensi Kerugian Negara sebesar 4,2 Milyar,” ujarnya.
“Akan menjadi persoalan baru ketika potensi Kerugian Negara sebesar 4,2 Milyar dipaksakan untuk ditagihkan dan dibebankan kepada Pedagang Pasar Wonosari, karena sebagian besar pedagang merupakan pedagang yang baru membeli hak menempati pasar Desa Wonosari dari pemilik hak menempati yang sebelumnya.”
Secara terperinci Achmad Ardiansyah juga menyampaikan bahwa Pemerintah Desa Wonosari melalui Pasal 9 ayat (1) Perkades No. 4 tahun 2022 tentang Sewa Fasilitas Pasar Wonosari menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan Registrasi Sewa Ulang sejak 2011 hingga 2021.
“Bagaimana bisa Pedagang dibebankan atas kewajiban membayar Sewa sejak tahun 2011 hingga tahun 2021 apabila Pemerintah Desa Wonosari sendiri tidak pernah memberlakukan Registrasi Sewa.”
“Kami tidak menampik bahwa ada Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI) yang menyatakan terjadi potensi kerugian negara terkait masalah sewa pasar Desa Wonosari. Akan tetapi, LHAI pada dasarnya bukanlah sebuah alat bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar adanya perhitungan kerugian negara karena menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2016 menyatakan bahwa hanya BPK yang mempunyai kewenangan menghitung dan menyatakan Kerugian Negara.”
“Ketika Kejaksaan hendak mempergunakan hasil Audit sebagai dasar menggugat, maka hasil Audit tersebut haruslah dapat dijadikan alat bukti sesuai dengan pasal 164 HIR terlebih dahulu,” beber Achmad Ardiansyah.
“Dalam pengetahuan kami, biasanya sebuah tindakan Audit dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh Auditee (Pemerintah Desa Wonosari), dan Auditor (Inspektorat) dalam persangkaannya meyakini bahwa bukti-bukti yang disampaikan oleh Auditee tersebut adalah benar dan valid.”
“Apabila bukti yang dipergunakan dalam LHAI akan dipergunakan untuk melakukan upaya hukum, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah bukti tersebut sudah sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP maupun Pasal 164 HIR, juga harus dibuktikan terlebih dahulu apakah Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang dijadikan dasar perhitungan potensi kerugian negara dalam LHAI tersebut memang sudah benar dan valid memenuhi standar perencanaan, pembuatan, pembentukan serta pengesahan peraturan perundang-undangan sesuai dengan yang diamanahkan dalam Undang-undang No. 12 tahun 2011, Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, serta Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,” imbuh Achmad Ardiansyah.
Perlu diketahui bahwa pasar Desa Wonosari merupakan roda penggerak utama perekonomian masyarakat, oleh sebab itu penyelesaian permasalahan Sewa Pasar Wonosari akan sangat berdampak terhadap 600 orang pedagang pasar Wonosari yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah, dan tentu akan berdampak secara luas bagi perekonomoian lebih dari 3000 warga masyarakat Wonosari serta masyarakat Kecamatan Tutur pada umumnya.
“Berdasarkan hal tersebut maka Kami yakin pihak Kejaksaan akan sangat teliti dan berhati-hati dalam memahami Permasalahan yang pada dasarnya sudah diselesaikan oleh Para Pihak ini, sehingga dapat memahami bahwa bentuk Penyelesaian yang ditempuh oleh para Pihak dengan Kesepakatan Perdamaian adalah untuk mencapai asas kemanfaatan hukum,” pungkas Achmad Ardiansyah.
( Zain Koorwil Jatim )