PASURUAN, faamnews.com- Sejumlah pengusaha cafe yang berada di wilayah Kecamatan Gempol, Pandaan, Purwosari hingga Purwodadi pada hari Kamis (18/04/24) berkumpul di Pendopo Cafe, Desa Plintahan Kecamatan Pandaan.
Berkumpulnya para pengusaha cafe tersebut untuk menyampaikan uneg-uneg serta keluh kesah terkait usaha yang meraka jalankan lantaran tidak adanya kepastian regulasi legalitas ijin usaha mereka oleh Pemkab Pasuruan.
Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwasanya para pengusaha cafe berharap agar Pemkab Pasuruan segera membuat regulasi legalitas atas usaha yang mereka jalankan selama ini.
Mendapati keluh kesah beberapa pengusaha cafe, Sejumlah Non Governmental Organization (NGO) yang dikomandoi Lujeng Sudarto selaku direktur Pusat Studi dan Avokasi Kebijaksanaan Publik (PUS@KA) meminta dan mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan serta DPRD setempat segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tempat hiburan malam.
Lujeng menilai bahwa para pengusaha atau pemilik usaha tempat hiburan dan pemandu lagu (PL) punya hak hajat hidup yang dilindungi Undang-Undang (UU).
Lujeng menuturkan bahwa para pengusaha cafe atau tempat hiburan memiliki hak yang sama untuk mendapat kesejahteraan.
“Hal yang sama juga para PL-nya juga mempunyai hak untuk hidup dan menghidupi keluarganya,” papar Lujeng.
“Pemkab bersama DPRD Kabupaten Pasuruan harus memikirkan permasalahan ini. Artinya, tempat-tempat usaha hiburan harus mempunyai legalitas seperti di kota-kota lainnya.”
Pertanyaannya kenapa Pemkab Pasuruan tidak memiliki regulasi dan tidak mau menerbitkan izin tempat hiburan seperti kota-kota lainnya.
“Prinsip kebijakan apa pun yang dibuat Pemkab Pasuruan harus mikirkan perut warganya. Jangan membuat kebijakan itu memikirkan perutnya sendiri,” imbuh Lujeng Sudarto.
Lebih lanjut , Lujeng juga menyampaikan bahwasanya bisnis karaoke atau tempat hiburan tidak merugikan masyarakat asalkan lokasinya tidak berdekatan dengan tempat ibadah (Masjid atau Musholla) atau tempat belajar-mengajar (Sekolahan), jadi perlu adanya regulasi yang mengatur bagi pelaku usaha hiburan.
“Kalau acuan moralitas menjadi relatif. Sangat tidak moral jika tempat usaha hiburan berdekatan dengan tempat ibadah atau sekolahan. Jadi perlu dirumuskan zona hiburan dengan sistim klaster,” paparnya.
Dan yang perlu di garis bawahi bahwa PUS@KA melakukan pendampingan terhadap pengusaha cafe atau pemilik tempat usaha hiburan tanpa meminta imbalan sepeser pun.
“Pendampingan yang kita lakukan ini gratis, PUS@KA melihat para pemilik tempat usaha hiburan di Pasuruan terkesan dibedakan dengan pemilik usaha lainnya. Harusnya pemerintah dalam mengambil kebijakan itu adil,” tegas Lujeng.
Lujeng juga menegaskan bahwa pendampingan yang di berikan PUS@KA hanya sebatas memperjuangkan hak-hak setiap warga negara tak terkecuali para pengusaha cafe dan para PL-nya.
Lujeng juga mewanti-wanti para pengusaha cafe atau pemilik usaha untuk introspeksi diri agar tempat usaha meraka tidak jadi kedok untuk perbuatan melawan hukum, “Jangan sampai terulang seperti kejadian pengerebekan yang dilakukan Polda Jatim beberapa waktu lalu di Gempol 9 terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), itu jelas perbuatan melawan hukum dan saya tidak akan membantu,” pungkas Lujeng Sudarto. (por/red)