Sentani,… faamnews.com – – Sebanyak 30 kepala kampung di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua melakukan kegiatan studi tiru atau studi banding ke beberapa desa di Provinsi Jawa Timur.
Para kepala kampung dari dari empat Wilayah Pembangunan di Bumi Khena Mbai U Mbai itu berangkat menuju Pulau Jawa pada 8 Juli 2024 dan melaksanakan kegiatan di sana sekitar seminggu.
Kepala Kampung Doyo Baru Marice Yappo menjelaskan perjalanannya bersama kepala kampung lain ke luar Papua untuk melihat dari dekat apa saja potensi desa di sana yang memiliki kesamaan dengan kampung di Jayapura.
“Dan dari sisi pemanfaatan serta tata kelolanya belum dilaksanakan, bahkan bisa ditiru di kampung-kampung yang ada di Kabupaten Jayapura,” ujarnya saat ditemui Awak Media di Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Sentani, Kamis (25/7/2024).
Ke-30 kepala kampung tersebut berangkat pada 8 Juli 2024. Sehari setelah mendarat di Jawa Timur langsung dibawa menuju ke Desa Mulyo Rejo di Kota Malang. Pada hari berikutnya kunjungan dilanjutkan ke Desa Tulung Rejo di Kota Batu, kemudian hari-hari berikutnya ke Desa Sumber Brantas di Kota Batu dan Desa Karang Suko di Kota Malang.
Dalam kunjungan tersebut, kata Yappo, ada banyak hal baru dan potensi desa yang memiliki kemiripan dengan potensi kampung-kampung di Kabupaten Jayapura. Seperti pengelolaan sampah organik dan nonorganik, potensi wisata, peternakan secara khusus sapi perah, dan pengolahan kotoran sapi menjadi biogas, pertanian dan pengolahan lanjutan, serta penataan administrasi pemerintahan desa berbasis digital.
“Saya secara khusus untuk Kampung Doyo Baru, hal penting yang nantinya menjadi rujukan untuk diterapkan adalah penataan administrasi kantor dan pengolahan sampah,” ujar Yappo yang juga menjadi koordinator rombongan kepala kampung saat studi tiru.
Untuk administrasi kantor, kata Yappo, Kantor Pemerintah Kampung Doyo Baru perlu pembenahan secara menyeluruh dengan menyiapkan fasilitas penunjang di kantor untuk tugas-tugas administrasi dalam proses pelayanan kepada 17 ribu jiwa atau 8 ribu kepala keluarga penduduk yang tinggal di 54 RT (Rukun Tetangga).
Sedangkan untuk pengelolaan sampah di Kampung Doyo Baru melalui Badan Usaha Milik Kampung (BUMKamp) sudah berjalan, namun menurutnya belum maksimal dalam pengelolaan karena terkendala fasilitas dan tenaga kerja.
Hal baik dari tata administrasi di salah satu desa di sana, khusus ruangan kepala urusan keuangan dilengkapi dengan fasilitas yang bersifat online atau sangat digital sekali. Segala urusan pemerintah desa dikerjakan secara online dan ini yang menjadi rujukan saya untuk Kampung Doyo Baru,” katanya.
Sedangkan untuk pengolahan sampah dikerjakan hingga tinggal 3 persen dari total sampah yang dipungut yang selanjutnya dibuang ke pembuangan akhir. “Kita di sini belum sampai seperti itu, masih banyak kendala,” ujarnya.
Kemudian, kata Yappo, bagi kepala kampung dari Wilayah Pembangunan II dan III Kabupaten Jayapura fokus pada bidang peternakan dan pertanian lanjutan. Khususnya ternak sapi, karena rata-rata masyarakat di kampung Kabupaten Jayapura memelihara ternak sapi.
“Misalnya susu sapi, kita belum tahu atau paham sistem pengelolaannya dengan baik, bahkan belum ada tempat produksinya. Demikian juga dengan kotoran sapi yang belum dimaksimalkan untuk biogas, padahal harga tabung gas di sini sangat mahal,” ujarnya.
Yappo berharap kegiatan studi tiru seperti itu dapat dilakukan pada waktu mendatang dengan daerah tujuan yang berbeda sehingga banyak masukan serta perubahan yang bisa dilakukan untuk peningkatan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
“Ada hal baru yang membuat kami sebagai kepala kampung merasa tertantang agar dapat melakukan perubahan yang benar-benar memajukan kampung kami masing-masing,” katanya.
Ia menjelaskan para kepala kampung melakukan studi tiru dengan memanfaatkan anggaran perjalanan dinas kepala kampung sebesar Rp17 juta rupiah per kepala kampung.
Berharap kepala kampung lain ikuti jejak
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura Elisa Yarusabra menjelaskan terkait perjalanan para kepala kampung melaksanakan studi tiru tentang manajemen pengelolaan BUMDes merupakan upaya peningkatan kapasitas terkait dengan penguatan ekonomi. Kegiatan itu juga masih bagian dari rangkaian pelatihan yang dilaksanakan sebelumnya untuk kepala kampung.
“Langkah kongkret dari pelatihan itu, para kepala kampung ingin melihat dan belajar tata cara pengelolaan BUMDes di daerah lain seperti apa, sehingga dari kegiatan studi tiru ini ke depan pengelolaan BUMdes [BUMKam) di Papua, khususnya di Kabupaten Jayapura bisa maju dan bersaing dengan BUMDes di luar Papua,” ujarnya.
Terkait anggaran kegiatan, kata Yarusabra, ditanggung masing-masing kepala kampung yang berangkat. Sedangkan daerah yang dituju adalah Kabupaten Malang dan Kota Batu di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan daerah sesuai rekomendasi dari Balai Besar PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) Kementerian Dalam Negeri di Malang.
“Kenapa ke Malang, karena BUMDes di Kabupaten Malang semuanya sudah jalan dan pengelolaan baik, serta menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Desa) bagi desa masing-masing. Di Kabupaten Jayapura juga ada beberapa kampung yang BUMKam-nya sudah jalan dan ada yang sudah menghasilkan PAD sehingga kami dari dinas bekerja sama dengan pendamping P3MD terus mendorong dan melatih untuk BUMKam terus jalan dan bergerak maju,” katanya.
Setelah lima hari di Kabupaten Malang dan Kota Batu, Jawa Timur, rombongan kepala kampung kemudian menuju Jakarta untuk berkunjung ke Kantor Kementerian Desa, Kemendagri. Di sana mereka mendapat tambahan informasi terkait pengelolaan Dana Desa dan informasi lainnya.
Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Jayapura Yohanes Eroll Daisiu mengapresiasi langkah positif yang dilakukan 30 kepala kampung tersebut.
“Ada 139 kampung dan 5 kelurahan di Kabupaten Jayapura, itu baru 30 kampung yang melaksanakan kegiatan itu, kita berharap kepala kampung yang lain dapat mengikuti jejak positif ini,” ujarnya.
Daisiu menjelaskan, empat wilayah pembangunan di Kabupaten Jayapura memiliki administrasi pemerintahan masing-masing dan memiliki potensi kampung yang beraneka ragam, seperti pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, serta sosial-budaya dan pariwisata. Potensi itu bisa dikembangkan menjadi sumber pendapatan kampung.
“Kepala kampung harus berani mengambil jalan pintas untuk membuat perubahan di kampungnya. Istilahnya, kalau yang di kampung sudah tidak bisa, maka cari cara lain dengan melihat hasil-hasil yang diperoleh di kampung lain. Salah satunya dengan studi tiru seperti ini, kita harapkan ada perubahan ke depannya,” kata Daisiu. (ARK.)
Editor.Amatus.Rahakbauw.K